AHMAD YUSUF ILMUWAN MUSLIM
Ahmad Ibnu Yusuf, mengikuti jejak ayahnya, Yusuf Ibnu Ibrahim, menekuni
matematika. Melalui bidang ini, ia kemudian dikenal luas. Nama besarnya sebagai
ilmuwan tak hanya didengar di seluruh Mesir, tetapi juga sampai ke Eropa.
Beliau adalah salah
satu ilmuwan besar muslim, yang ada pada abad ke 9(sembilan), namun namanya
tidak begitu dikenal. Ahmad di anggap telah mampu merancang dasar2 bagi
perkembangan matematika modern, ia dikenal sebagai Ametus Fillius Joseph. Karyanya yang terkenal
adalah tentang busur yang sama.
Melalui buku
Centiloquium, karya Ptolemius. Ahmad membuktikan bahwa busur lingkaran yang
serupa bisa sama bisa tidak. Dimana buku ini diterjemahkan oleh plato, pada
tahun 1493, dengan judul Incipit liber centemverborum ptholemei cum commento
haly.
Buku ini
mempengaruhi pemikiran matematikawan modern pada abad ke 12, Ahmad terinspirasi
dari beberapa pemikiran Euclid. Karya Euclid yang terdiri dari 13 jilid yang di
tulis saat berada di Aleksandria, yang berisi definisi, postulat, dalil, dan
konstruksi dari proporsi.
Karya Euclid ini,
pertama kali dicetak di Venesia pada 1482. Buku ini juga merupakan salah satu
karya matematika yang paling awal dicetak setelah ditemukannya mesin cetak.
Karya ini juga digunakan sebagai dasar-dasar teks geometri di Barat.
Selain dua buku
terkenalnya itu, Ahmad membuat metode untuk menyelesaikan masalah perpajakan.
Bahasan yang dilakukannya itu muncul dalam buku Liber Abaci yang membahas
aritmatika karya Fibonacci atau Leonardo Pisano, seorang ilmuwan ahli
matematika yang berasal dari Italia.
Dalam karya
tersebut, Fibonacci memperkenalkan angka-angka Arab dan elemen utama sistem
desimal kepada orang-orang Eropa. Dia mempelajari angka-angka Arab tersebut
ketika dia tinggal di Afrika Utara dengan ayahnya, Guglielmo Bonaccio.
Karya Ahmad yang
berupa metode untuk menyelesaikan masalah perpajakan juga banyak dikutip oleh
para ilmuwan lain di bidang matematika, antara lain Bradwardine, Jordanus, dan
Pacioli. Ia memiliki pula keahlian dalam bidang astronomi. Tak heran, jika
kemudian Ahmad pun memiliki karya dalam bidang astronomi. Ia memberikan
gambaran tentang astrolabe. Ini merupakan instrumen yang dimiliki para astronom
untuk memperkirakan letak matahari dan planet lainnya serta memperkirakan
waktu.
Ada beberapa
karya yang dikaitkan dengan dirinya, tak jelas siapa yang menulisnya. Sejumlah
catatan menyatakan beberapa karya tersebut merupakan tulisan Ahmad. Namun, ada
pula yang menyanggahnya dan menyatakan itu karya bersama Ahmad dan ayahnya.
Ahmad lahir di
Baghdad, Irak. Namun, ia bersama ayahnya kemudian pindah ke Damaskus, Suriah,
pada 839. Beberapa lama kemudian, keluarganya pindah ke Kairo, Mesir. Tak diketahui
secara pasti kapan ia meninggalkan Damaskus dan kemudian menetap di Mesir.
Tak heran jika
kemudian di belakang namanya disematkan sebutan al-Misri. Meski tak tahu secara
pasti Ahmad pindah ke Mesir, namun sejumlah sejarawan menyatakan kemungkinan ia
pindah ke Mesir bersama keluarganya saat ia masih kanak-kanak.
Saat di Kairo,
Mesir, Ahmad tumbuh dalam sebuah lingkungan yang menjunjung tinggi ilmu
pengetahuan. Apalagi, ayahnya merupakan ahli matematika, astronomi, dan juga seorang
dokter. Ayahnya, dikenal pula sebagai anggota tim yang membuat dan merancang
tabel astronomi.
Di sisi lain,
ayah Ahmad merupakan bagian dari kelompok ilmuwan terpelajar. Tak heran jika
kemudian ia selalu berada dalam lingkungan yang sarat pengetahuan. Ia pun
memiliki ketertarikan yang kuat terhadap ilmu pengetahuan.
Ahmad lalu
tumbuh menjadi sosok yang selalu haus akan ilmu. Dengan ketekunan dan kerja
kerasnya, ia mampu menguasai sejumlah bidang yang juga dikuasai ayahnya. Ia
menguasai matematika dan juga astronomi dan menuangkan pemikirannya dalam
sejumlah karya.
Selain dikenal
sebagai ilmuwan, Ahmad juga memiliki jabatan di pemerintahan, yaitu pada saat
Dinasti Tulunid berkuasa di Mesir. Ia menjabat sebagai sekretaris. Ia meninggal
dunia pada 912, namun namanya tetap dikenang sebagai ilmuwan besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar